Selasa, 19 April 2011

Hidup Diujung Virginitas



Kartini Kepada Prof Anton & Nyonya pada tanggal 4-10-1902:
“Kami di sini memohon diusahakan pengajaran dan pendidikan anak-anak perempuan, bukan sekali-kali, karena kami menginginkan anak-anak perempuan itu menjadi saingan laki-laki dalam perjuangan hidupnya, tapi karena kami yakin akan pengaruh yang besar sekali bagi kaum wanita, agar wanita lebih cakap melakukan kewajibannya; menjadi ibu, pendidik manusia yang pertama-tama.
Sebuah cerpen (HIDUP DIUJUNG VIRGINITAS) persembahan untuk peringatan hari kartini



#Aku dan Bunda#
Sebagian orang menafikan kehidupan yang dianggap kotor ini. Tapi tidak denganku karena aku terlahir dari seorang yang mungkin dianggap kotor. Banyak teman mencela dan menghakimiku sebagai anak haram. Aku marah aku dendam terhadap mereka tapi apalah dayaku?
Ketika kehidupan tidaklah berpihak aku laksana selembar daun tertiup angin. Mengembara diangkasa mengembara di dunia SANG RAJA.
Pagi buta itu hari minggu aku melihat bunda pulang dengan sempoyongan. Aku tahu pasti bunda habis berpesta minuman bersama cliennya. Bukan kami tak tahu hukum meminum khamr (kata mereka) kami tahu tapi lagi-lagi apa dayaku? Hidup itu begitu sulit.
Bundaku berasal dari desa dan hanya tamatan SMP. Bunda memang cantik kala gadis tetapi tak secantik nasibnya di kehidupan ini. Bunda bukan berasal dari keluarga mapan sehingga ketika menginjak usia 15 bunda memutuskan merantau di kota. Bunda tak memiliki bekal apa-apa hingga beliau terpaksa tidur diemper pertokoan dalam gemilang ibukota. Kehidupan keras jalanan menghantarkannya kepada seorang germo yang memperkerjakannya melayani banyak penjahat kelamin.
Kata orang desa sich kota ini mewah semua serba ada mau ini itu mudah. Well mereka gak salah-salah amat sich hanya saja itu bagi mereka yang punya gudang uang semacam mafia.
Ups bicara seorang mafia ternyata mafia tak hanya mereka yang ada di luar negeri dan bisnis heroin loch. Negeriku ini juga memiliki segudang jenis mafia. Mafia hukum, mafia pendidikan, mafia kesehatan bahkan sampai mafia pasar alias preman.
Sekarang usia ibu 39 beliau tidak lagi bekerja sendiri melainkan naik jabatan sebgai kaki tangan germonya dan telah memiliki anak buah. Kendati demikian bunda tak pernah membiarkan anak gadisnya ikut dalam pekerjaannya itu. Bahkan bunda mengatakan “Bunda ingin melihatmu sukses dan kau berhutang dengan bunda untuk mengangkat derajat kita.”
Bunda ingin aku sukses! Ya, sukses dengan cara yang baik tentunya. Sedang bunda melakukan ini semua dengan keterpaksaan. Pernah dalam suatu malam aku melihat bunda tidak pergi seperti biasanya.
Malam ini aku mengintip dari balik lubang kunci. Bunda terlihat begitu cantik luar biasa cantik jubah itu putih panjang menutupi seluruh tubuhnya dalam balutan kesantunan seorang hamba. Takjub aku melihat kekusyukan bunda menyembah sujud diatas sajadah lusuh lama kami.
Ouh bunda ku lihat malam itu air matanya. Sebuah tanya yang hingga kini ku pilukan “Allah Tuhanku, aku tahu bukanlah aku seorang mariam tapi apa yang ku lakukan adalah untuk dia putriku. Aku sakit ya Allah aku sakit seperti ini. Mungkin ini balasan untukku, tapi biarkan aku setidaknya masih miliki sedikit waktu lagi menghantar kesuksesan putriku. Jika tiba masa itu kulepaskan semua ini pada-Mu.. Akupun telah letih aku ingin kembali pada-Mu neraka gerangan manakah Kau siapkan bagiku? Aku takut tapi inilah hidupku. Berikan aku waktu. Hantar putriku berikan aku waktu bertobat pada-Mu.”
Tak kuasa uraian air mata ini menetes begitu pilu aku melangkah kaki memasuki areal kamar pribadiku dan menutup pintu, selimut dan mata yang masih basah terurai.
Aku tak tahu siapa ayahku mengenal namanyapun tiada jua. Aku hidup bersama bunda sudah sejak awal kehidupan pertamaku. Ya, hanya ada bunda dan pekerjaannya yang selalu membuatku diolok-olok. Tapi bunda tak pernah lepas mengantarkanku dalam pengajian meski gunjingan terus saja bertandang padanya. Bunda tetap mendidiku dengan baik. Terkadang aku berfikir Tuhan tak adil tapi Namanya Tuhan tak mungkin salah menuliskan takdir.
Aku tumbuh kontras dari lingkungan bunda. Aku hidup dibawah lentera abu-abu. Hitam putih duniaku, mengajarkan realita dan nurani dalam wadah yang sama.
Aku selalu berdoa dalam shalatku, aku berdoa agar Allah jauhkan bunda dari marabahaya dan sakit. Sekarang menjelang sidang kelulusanku dari universitas. Aku berharap segera dapat bekerja agar ibu dapat pensiun secepatnya.
#3 hari lagi sidangku. Bismillah...#
Senin, 8 Maret 2010 sidang yang mndebarkan hanya lafaz tahmit dan tahlil yang membasahi bibirku. Sangat sangat berharap dapat menggapai mimpi-mimpiku.
Bunda mengajarkanku dengan keras tentang hidup. Maka aku terbiasa berusaha sekuat tenaga dalam mencapai apa yang ku mau. Kemarin ku lihat bunda batuk, tapi lain kali ini bunda berdarah batuknya beradarah aku panik. Aku mengajak bunda ke dokter tapi beliau malah memarahiku dan tidak ingin dibawa ke dokter. Ya Allah apa gerangan yang terjadi?
Dosennya seram-seram apa aku bisa? Bismillah kulangkah mantab untuk maju.
#Bundaku#
Aku pulang dengan wajah ceria aku yakin aku berhasil kali ini. Dengan langkah santai aku pulang ke rumah jam menunjukan pukul 5 sore seharusnya bunda sudah tak ada dirumah. Well kalau begitu lebih baik aku beli makan dahulu ^_^.
@19.37 PM aku sudah sampai gang menuju rumahku tapi begitu sesak pemadam kebakaran ada dijalan senggolan ini. Penasaran aku dibuat segera ku berlari mereka tetanggaku terlihat juga berlari membawa ember-ember untuk turut membantu dimana kebakaran itu asapnya kulihat memang membumbung dari. . . . TIDAKKKKKKKKKK RUMAHKU!!!
Secepat kilat semakin ku percepat langkahku. Seorang tetangga menghampiri dengan raut yang tak dapat dijelaskan.
“Neng Ika, ibunya ada di dalam masih terjebak api.” Kontan saja aku berusaha berlari kedalam rumah menyambut kobaran api itu. Tapi tertahan ya aku tertahan genggaman kuat tetangga-tenggaku. Ambulance sudah menampakan wajahnya bersiap menunggu bunda berhasil ditolong. Tak lama laskar merah itu keluar memapah seorang wanita yang masih tampak mengenakan ................. bunda kenakan Mukena itu lagi....
Aku berlari menyambut bundaku tak jelas lagi apa yang sanggup ku kata aku hanya tahu ini bundaku harusnya bundaku tak ada dirumah jam segitu. Bunda biasa berangkat pukul 4 sore kenapa jam segini masih saja bunda di rumah dan bunda ? bunda? Bunda shalat. Kuperhatikan tubuhnya yang dibawa oleh ambulans lemah tak seperti bunda yang biasa ku lihat. Seketika ku lihat bunda menggenggam sebuah kertas ya kertas lusuh teremas dan sedikit terbakar diujungnya.
RS.Harapan hasil tes darah?? Bunda??HIV... Ouh GOD... Kenapa?? Kenapa harus bundaku??
#Bunda Berhasil#
Sudah sepekan bunda tak sadarkan diri, silih berganti tetangga menjenguk meski mereka tahu apa pekerjaan bunda tapi mereka tahu bunda bukan orang yang tak bermoril dan bunda terkenal sering membantu tetangga sekitar yang kesulitan. Itu dia Itu bundaku dan aku bangga padanya.
Hari ini ada pengumuman hasil sidang terpaksa aku titipkan bunda dengan seorang tetanggaku. Sementara inipun aku juga terpaksa tidur di RS menemani bunda rumah kami, rumah yang bunda beli setelah bertahun-tahun itu tinggal puingan debu. Kami memang masih miliki uang di bank itu juga karena bunda giat menabug. Bunda memang cantik memang bukan kelas sembarangan. Sehingga penghasilan bundapun juga tak sembarangan.
Bos bunda sudah datang menjenguk dan memberikanku sejumlah uang sebagai turut keprihatinannya karena bagaimanpun bunda adalah salah satu kaki tangan kepercayaannya dan ia juga menghormati keputusan bunda untuk tidak menyeretku dalam pekerjaan mereka.
IPK-ku 3 Tiga , Koma 6 Enam 7 Tujuh
Sujud syukur ku tak terhingga aku berhasil BUNDAKU BERHASIL. Teman-teman memberiku semangat dan teman terdekatkupun memulukku hangat. Sekarang kami bersama-sama menuju kembali rumah sakit.
Bunda sudah siuman ternyata, aku cium lembut perban dikening bunda dengan air mata ku katakan “Bunda aku berhasil, bunda berhasil. Aku lulus bunda.” Air mata itupun juga keluar dari balik kelopak mata bunda. Airmata seorang ibu yang menghantar anaknya pada gerbang kesuksesan.
Bundaku dirawat dengan perlakuan khusus karena bunda mengidap HIV. Bunda mengalami luka bakar parah. Aku tersenyum padanya ada sesuatu. Beliau mengerakan bibirnya ku dekatkan telingaku kepadanya. “jaga diri jangan ulang kesalahan bunda. Maafkan bunda.” Sungguh lirih pesan itu terdengar sangat lembut dan pedih. Selang tak lama nafas bunda mulai sulit sesak aku teriak memanggil dokter dan suster gaduh kembali ruang yang sunyi sebelumnya. Dokter segera berdatangan dengan suster nafas iya aku ingat nafas terakhir itu >> “Assyadu allah illah illawllah wa ash hadu ana muhammad darosulullah.”<< SENYAP.
#Bunda Pergi#
Bundaku pergi, ya aku sendiri. Bunda sukses bunda berhasil menyebut nama-Mu tepat diakhir detik kepulangannya pada-Mu Ya Rabbi. Tangisku pecah ku peluk bunda yang penuh balutan tubuhnya.
Sungguh waktu yang singkat. Sesingkat namamu Bunda. Sinaran kasihmu memberiku beribu juta warna dan mengantarkanku dalam suksesnya dunia.
Pemakaman bunda ramai karena bunda sekali lagi bunda orang yang penuh kasih kepada sesamanya.
Selamat tinggal bunda tunggulah aku disana, kan ku jaga amanatmu doaku kan selalu bersamamu.
#Aku Sendiri#
Saat ini kost berbekal sisa tabungan dari alm.bundaku, karena rumahku dalam kenangan hidup bersama bunda lenyap dimakan api yang juga mengubur waktuku bersama bunda. Aku tidak salahkan Tuhan, bagiku justru Ia sangat baik. Allahku Tuhanku mengambil bunda dalam keadaan sebaik-baiknya saat bunda bertaubat dalam kehidupannya. Aku percaya bunda sudah tenang karena bunda berhasil menyebut nama-Nya sebagai kalimat akhir hayat.
Ya Allah aku tahu Engkau Maha Pengasih Engkau Maha Pengampun ampunilah dosa ibuku. Robbana atina fidunya hasanah wa fil aakhroti hasanah wakina azabanarr.
Kemarin aku baru saja mendapat panggilan kerja di sebuah perusahaan swasta dan hari ini aku sudah siap kembali menata hidup. Berdiri di depan mataku cantik wanita itu lengkap dengan kain penutup kepalanya berwarna merah jambu. Wanita dalam cermin itulah a-ku.
KARTINIKU
Kartiniku bukan orang yang terpandang
Kartiniku bukan seorang yang berparas menakjubkan
Kartiniku tidak kenakan kebaya
Namun ia bersahaja
Rapuh tubuhnya diantara nakalnya para pria
Ia perjuangkan dengan ronta hatinya
Dengan jutaan tetes air amta
Kotor kata mereka, tapi ia pahlawan nyata
Hanya untuk nafasku
Hanya untuk diriku
Beliaulah kartiniku
Beliaulah BUNDAKU
Sendiri memanggul hidup
Tanpa tahu “Siapa gerangan ayahku?”
Ia kartini
Inspirasi hidupku. . .

BERJUANGLAH PARA KARTINI MUDA. . .
Bukan berarti yang haram itu diperbolehkan tetapi tengoklah perjuangan salah satu kartini dalam dua hal. Keluarga dan bagaimana ia mengintrospeksi diri menjadi wanita yang Allah ridhoi kembali.. :)